“Bangun-Bangun.. sudah siang jangan tidur saja kerjaan kalian” suara itu hampir setiap pagi ku dengar. Para petugas dari panti asuhan ini selalu seperti itu memabangunkan kami anak-anak yang tinggal disini, tak seperti layaknya suara seorang ibu dengan lembut membangunkan anaknya. Hampir 8 tahun sudah aku disini, ditempat yang mereka sebut panti asuhan namun bagiku lebih tepatnya penjara anak-anak. Meski mereka baik dan terkadang ramah, namun tak seperti orang tua sungguhan yang menyayangi anaknya dengan tulus. Mungkin itu gambaranku setidaknya kepada orang tua diluarsana yang mencintai dan menyayangi anaknya dengan tulus. Namun itu hanya pemikiranku dan yang sebenarnya terjadi sungguh jauh dari apa yang ku banyangkan selama ini. Aku bahkan tidak tahu siapa aku ini, orang tuaku dan jati diriku. Aku hanya mengingat bahwa aku lahir dan besar disini, dipanti asuhan “Kasih Bunda” ini. Mereka menceritakan bahwa aku ditemukan diselokan dan kemudian aku ditemukan oleh beberapa orang yang tidak sengaja lewat, kemudian aku dibawa ke tempat ini. Mereka, para pengurus dipanti asuhan ini memang akan memberi tahu kami tentang asal usul kami disini saat kami berusia 7 tahun. Mengapa orang tuaku sungguh tega menelantarkanku seperti ini. Apakah karena aku aib yang sama sekali harus dihilangkan dimuka bumi ini, atau aku hanya seonggok daging yang sama sekali tidak ada artinya bagi mereka. Entahlah.. yang jelas kini aku hanyalah seorang anak yatim piatu diantara ratusan anak-anak disini. Kami seperti sekelompok anak-anak yang tanpa orang tua, yang lahir dan besar tanpa bisa mengenal siapa orang tua kami. Memang beberapa dari mereka yang masih kecil masih tidak memikirkan tentang kehidupan ini. Yang mereka tahu hanya bermain, belajar dan makan itu saja. Namun bagi kami yang telah beranjak dewasa, semua kini telah berbeda. Kami sudah tahu mengapa kami disini tanpa orang tua dan tanpa kasih sayang dari mereka.
“Woi.. ngelamun aja kerjaan kamu belakangan ini Her.. lagi mikirin apaan sih??” Seketika lamunanmu buyar saat teman sekamarku Gandi menepuk bahuku. “Gak lagi mikirin apa-apa kok Di, lagi pengen mikir aja jadi kayak pujangga” cetusku mencoba mengalihkan perhatian. “Ah loe gak ada tampang-tampang pujangga sok-sok mikir kamu her.. ntar cepet tua loh” kali ini celotehan temenku membuat kami berdua tertawa. Memang Gandi sangat dekat denganku disamping kami memang sekamar dipanti asuhan ini juga mungkin kami merasakan tidak memiliki orang tua. Dia selalu saja seperti itu selalu menggangguku saat aku terlihat sendiri memandangi keluar jendela dikamar kami. Dia mencoba menghiburku dan itu sedikit berhasil dengan celotehannya. Namun didalam hati ini aku tak mampu menghadapi dunia ini, dunia yang sama sekali tidak menghendakiku tuk mengenal siapa orang tuaku. Saat senja aku selalu menyempatkan duduk didekat jendela kamar ini, memandangi sebuah taman kecil yang tidak jauh dari panti asuhan ini. Beberapa anak dengan wajah cerianya bermain bersama orang tuanya. Aku tersenyum saat melihat mereka begitu ceria dan bahagia melewati sore hari yang damai dan tentram bersama orang-orang yang mereka cintai. Terkadang tak terasa air mataku menetes, andaikan aku adalah mereka dan takdirku tak seperti sekarang ini, mungkin hidupku akan sebahagia mereka. Tersenyum, bahagia, tertawa dan kasih sayang yang tidak putus dari orang tua dan itulah yang aku inginkan. Dan saat malam akan menutup mata, aku selalu berharap semua ini hanyalah mimpi dan ketika esok hari aku akan terbangun diantara orang-orang yang mencintai dan menyayangiku meski semua itu hanya keinginan semu seorang anak yatim piatu.
Untuk orang tua yang ada diluar sana, pikirkanlah seribu bahkan sejuta kali untuk membuang darah daging kalian, meski berbagai alasan yang kalian hadapi, karena anak adalah permata orang tua dan anugrah dari tuhan yang seharusnya mendapatkan cinta dan kebahagiaan dari orang tuanya.
“Ayah.. Ibu, dengarlah rintihan dalam hati ini. Memanggilmu melewati ikatan batin kita hingga hari berganti bulan dan tahun dan aku masih disini menunggu senyuman dan dekapan hangat kalian menyambutku. Ayah.. Ibu, meski akhirnya aku tak menemukan jalan pulang kerumah, dan meski kalian tak lagi menginginkan ku kembali, biarkanlah aku memanjatkan doa untuk kalian.. Tuhan maafkan kedua orang tuaku disana yang telah meninggalkan ku disini, ikhlaskan aku berjalan didunia ini meski tanpa tuntunan dari mereka hingga ajal menjemputku dan perkenankan aku melihat wajah mereka meski hanya dalam mimpi… AMIN"
“Woi.. ngelamun aja kerjaan kamu belakangan ini Her.. lagi mikirin apaan sih??” Seketika lamunanmu buyar saat teman sekamarku Gandi menepuk bahuku. “Gak lagi mikirin apa-apa kok Di, lagi pengen mikir aja jadi kayak pujangga” cetusku mencoba mengalihkan perhatian. “Ah loe gak ada tampang-tampang pujangga sok-sok mikir kamu her.. ntar cepet tua loh” kali ini celotehan temenku membuat kami berdua tertawa. Memang Gandi sangat dekat denganku disamping kami memang sekamar dipanti asuhan ini juga mungkin kami merasakan tidak memiliki orang tua. Dia selalu saja seperti itu selalu menggangguku saat aku terlihat sendiri memandangi keluar jendela dikamar kami. Dia mencoba menghiburku dan itu sedikit berhasil dengan celotehannya. Namun didalam hati ini aku tak mampu menghadapi dunia ini, dunia yang sama sekali tidak menghendakiku tuk mengenal siapa orang tuaku. Saat senja aku selalu menyempatkan duduk didekat jendela kamar ini, memandangi sebuah taman kecil yang tidak jauh dari panti asuhan ini. Beberapa anak dengan wajah cerianya bermain bersama orang tuanya. Aku tersenyum saat melihat mereka begitu ceria dan bahagia melewati sore hari yang damai dan tentram bersama orang-orang yang mereka cintai. Terkadang tak terasa air mataku menetes, andaikan aku adalah mereka dan takdirku tak seperti sekarang ini, mungkin hidupku akan sebahagia mereka. Tersenyum, bahagia, tertawa dan kasih sayang yang tidak putus dari orang tua dan itulah yang aku inginkan. Dan saat malam akan menutup mata, aku selalu berharap semua ini hanyalah mimpi dan ketika esok hari aku akan terbangun diantara orang-orang yang mencintai dan menyayangiku meski semua itu hanya keinginan semu seorang anak yatim piatu.
Untuk orang tua yang ada diluar sana, pikirkanlah seribu bahkan sejuta kali untuk membuang darah daging kalian, meski berbagai alasan yang kalian hadapi, karena anak adalah permata orang tua dan anugrah dari tuhan yang seharusnya mendapatkan cinta dan kebahagiaan dari orang tuanya.
“Ayah.. Ibu, dengarlah rintihan dalam hati ini. Memanggilmu melewati ikatan batin kita hingga hari berganti bulan dan tahun dan aku masih disini menunggu senyuman dan dekapan hangat kalian menyambutku. Ayah.. Ibu, meski akhirnya aku tak menemukan jalan pulang kerumah, dan meski kalian tak lagi menginginkan ku kembali, biarkanlah aku memanjatkan doa untuk kalian.. Tuhan maafkan kedua orang tuaku disana yang telah meninggalkan ku disini, ikhlaskan aku berjalan didunia ini meski tanpa tuntunan dari mereka hingga ajal menjemputku dan perkenankan aku melihat wajah mereka meski hanya dalam mimpi… AMIN"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar